Setiap pagi aku selalu bangun dengan berbagai macam penyesalan yang ada. Penyesalan yang baru saja terukir adalah when I let him go and the reason is third person. Kesalahan saat aku baru saja mampu membuka hati yang sekian lama terkunci karena sebuah luka masa lalu yang sangat membekas. Dan ketika ada orang yang mampu mendobraknya, menyembukan luka itu, menunggu dengan emosiku yang belum stabil, rela menjadi pelampiasan amarahku ketika mengingat masa lalu dan yang pasti orang yang menyayangiku dengan tulus hati. The mistake is letting him go.
Bodoh, egois, menyesal itu pasti. Meninggalkan dia karena seorang lelaki yang baru saja aku kenal. Lelaki yang mebuatku percaya that he will treat me well. He promises to me if he will love me, keep me, and make me his priority. And second mistake is when I believe that bullshit!. Bagaimana mungkin aku meninggalkan dia yang merawat luka dengan sabar dengan ikhlas even he feel tired, he didn't show that to me hanya karena seorang lelaki yang baru aku kenal? Just because, the man who act like a woman.
Aku bahkan tidak mengucapkan terima kasih kepada dia yang menyembuhkan luka itu yang membuat aku bangkit dan berpikir bahwa masih ada orang yang akan menyayangi dan mencintaiku sepenuh hatinya. Aku meninggalkannya tanpa kejelasan. Aku malah mencari alasan dengan menyalahkan dia karena kesibukkannya. Karena saat aku mulai sembuh, dia kembali tenggelam dalam kesibukannya. Dan ketika aku pergi meninggalkannya, he know the real reason why I left him. Tapi aku tidak memperdulikannya.
So, I began my life without him, but with someone who offer me happiness too. Aku kembali merajut kasih yang baru. Menikmati semua kebersamaan, kenyamanan, kehangatan yang selalu diberikannya. Bahkan aku tidak memikirkan perasaan dia yang aku tinggalkan ketika melihatku berjalan dengan lelaki yang menawarkanku kebahagiaan yang baru. Aku dengan santai berbagi tawa dengan lelaki itu tanpa memikirkan luka yang aku torehkan di hatinya. Even I know if I hurt him too much. He didn't show his feeling, his pain, his sadness to me.
Tiap detik berlalu, hari berlalu, bulan berlalu. Kami hampir selalu melewati waktu bersama, dia selalu menyempatkan diri untuk menghubungiku, menjaga komunikasi di antara kami. But everyone has changed, "lelaki" itu mulai melupakanku perlahan, menjaga jarak denganku. Bahkan yang aku sadari, dia hanya datang kepadaku saat dia merasa butuh, dia hanya membagi semua kesedihannya denganku. Dan pada waktu yang sama aku mulai sadar, He need me just to share his sadness. Aku hanya seperti tempat berteduh saat dia diterpa oleh badai.
Aku sudah mengetahui fakta yang cukup menyakitiku, tapi aku masih menggunakan sejumput harapan di hatiku untuk bertahan. Bertahan dengan "lelaki" yang bahkan hanya sekedar menganggapku tempat persinggahan saat dia sedih. Sampai titik terlelahku, aku mengeluarkan semua yang aku pendam. Iya semuanya, fakta menyakitkan itu. Dan mataku sudah memanas, pandanganku sudah mengabur. Aku berusaha untuk mengucapkan semuanya dengan penuh ketegaran. Berharap dia akan menyesal dengan perlakuan dia. Padahal aku sadar, jika itu adalah harapan yang tidak akan pernah terjadi. Aku ingat saat aku selesai mengucapkan semua fakta itu, dia menatapku tajam dan tersenyum kecil. Bangkit dari kursinya lalu mengucapkan terima kasih. Dan pergi, tanpa menoleh ke belakang sedikit pun. Pada saat itu aku tahu, jika dia tidak akan kembali lagi. Dia sudah puas bersinggah di hatiku. Dan yang pasti, Dia meninggalkanku dengan luka, ya luka yang baru.
Go to Part 2 Yesssss
So, I began my life without him, but with someone who offer me happiness too. Aku kembali merajut kasih yang baru. Menikmati semua kebersamaan, kenyamanan, kehangatan yang selalu diberikannya. Bahkan aku tidak memikirkan perasaan dia yang aku tinggalkan ketika melihatku berjalan dengan lelaki yang menawarkanku kebahagiaan yang baru. Aku dengan santai berbagi tawa dengan lelaki itu tanpa memikirkan luka yang aku torehkan di hatinya. Even I know if I hurt him too much. He didn't show his feeling, his pain, his sadness to me.
Tiap detik berlalu, hari berlalu, bulan berlalu. Kami hampir selalu melewati waktu bersama, dia selalu menyempatkan diri untuk menghubungiku, menjaga komunikasi di antara kami. But everyone has changed, "lelaki" itu mulai melupakanku perlahan, menjaga jarak denganku. Bahkan yang aku sadari, dia hanya datang kepadaku saat dia merasa butuh, dia hanya membagi semua kesedihannya denganku. Dan pada waktu yang sama aku mulai sadar, He need me just to share his sadness. Aku hanya seperti tempat berteduh saat dia diterpa oleh badai.
Aku sudah mengetahui fakta yang cukup menyakitiku, tapi aku masih menggunakan sejumput harapan di hatiku untuk bertahan. Bertahan dengan "lelaki" yang bahkan hanya sekedar menganggapku tempat persinggahan saat dia sedih. Sampai titik terlelahku, aku mengeluarkan semua yang aku pendam. Iya semuanya, fakta menyakitkan itu. Dan mataku sudah memanas, pandanganku sudah mengabur. Aku berusaha untuk mengucapkan semuanya dengan penuh ketegaran. Berharap dia akan menyesal dengan perlakuan dia. Padahal aku sadar, jika itu adalah harapan yang tidak akan pernah terjadi. Aku ingat saat aku selesai mengucapkan semua fakta itu, dia menatapku tajam dan tersenyum kecil. Bangkit dari kursinya lalu mengucapkan terima kasih. Dan pergi, tanpa menoleh ke belakang sedikit pun. Pada saat itu aku tahu, jika dia tidak akan kembali lagi. Dia sudah puas bersinggah di hatiku. Dan yang pasti, Dia meninggalkanku dengan luka, ya luka yang baru.
Go to Part 2 Yesssss