Minggu, 20 November 2016

Pesan Lama yang Terselip

Seperti biasa melakukan rutinitas dengan laptop kesayanganku. Rutinitas favoritku adalah ketika aku mempunyai waktu luang untuk sekedar merasakan kembali berbagai macam emosi yang sempat kita rasakan. Berdua. Emosi yang kadang bisa menciptakan seulas senyum di bibirku dan juga setetes air mata. 

Aku memang bodoh, meninggalkan orang yang sudah berusaha menerima aku apa adanya. Mencoba untuk mengerti keadaan yang aku alami. Dengan keegoisanku, aku malah berpaling darimu mencari sumber kebahagiaan yang lain. Ya, aku memang jahat.

Aku bodoh baru menyadari seberapa besar pengorbanan yang kamu berikan kepadaku. Kebiasaan-kebiasaan sederhana yang justru mengundang kebahagiaan datang menyelimuti hubungan kita. Aku ingin mengulangi itu lagi. Tapi aku sadar semua telah terlambat, ya semua telah terlambat. 

Aku sudah meninggalkan luka di hatimu. Dengan keegoisanku, aku hanya memikirkan diriku sendiri. Aku melupakan segalanya. Dan saat aku terbangun dari mimpi, aku sudah kehilangan perasaan dan tatapan mata penuh kasih sayang yang kamu berikan kepadaku. 

Aku selalu mengingat pesan yang selalu kamu berikan kepadaku, ya aku selalu ingat. Dan hari ini setelah sekian lama, aku membuka pesan lama yang terselip di antara sekian banyak kenangan kita. Dan pada detik ini juga saat aku menuliskan ini, tetesan air mata penyesalan itu tidak akan berhenti.


Maafkan aku yang sudah meninggalkanmu, maafkan aku yang hanya memikirkan keegoisanku,  maafkan aku yang sudah terlambat berubah, maafkan aku yang sudah menyakitimu, maafkan aku yang sudah menjadi bebanmu.

Biarkan pesan lama ini terselip menjadi bagian penyesalan seumur hidupku.

Rabu, 16 November 2016

16 November 2016

Aku hanya ingin bercerita. Aku sekarang duduk di kelas 11 SMA. Banyak orang berkata zaman SMA adalah zaman senang-senang, zaman di mana kita bisa aktif ikut kegiatan bareng temen-temen. Tapi bagiku semua itu hanya harapan semu belaka.

Beberapa waktu yang lalu, pendaftaran pengurus OSIS yang baru sudah berlangsung dan ditutup pada hari ini. Sejak SMP aku sangat menyukai berorganisasi. Mulai menyiapkan bekal dengan mengikuti berbagai kepanitaan besar di SMA agar dapat mendaftar menjadi anggota OSIS yang baru. Tapi harapan itu enyah sudah, bagaimana tidak? Aku hidup di asrama yang penuh dengan jadwal yang harus aku taati serta pembina yang tidak terlalu mendukung kegiata anak asramanya.

Impianku untuk melanjutkan keaktifaknku pupus sudah saat orang tuaku juga tidak mendukungku, itu adalah hal terburuk sekaligus menyakitkan yang pernah aku terima. Selama kelas 10 aku berusaha meningkatkan nilaiku agar dapat mengikuti OSIS tapi ternyata hanya kenyataan pahit yang mejadi hasil dari perjuanganku. Ketika aku SMP, orang tuaku selalu mendukung apa pun yang aku perbuat, ditambah lagi aku hampir tidak pernah mendapatkan nilai merah di setiap pelajaran di sekolah, Entah mengapa sekarang mereka berubah? Mereka tidak mendukungku. Mereka memintaku untuk mengerti. Bagaimana aku bisa mengerti? Bagaimana saat aku tidak bisa lagi mengembangkan minatku, mengasah kemampuanku? Aku sudah berusaha mengikuti apa yang mereka inginkan, aku tetap bertahan di asrama sesuai dengan kemauan mereka, aku berusaha meningkatkan nilaiku karena mereka ingin aku diterima di fakultas kedokteran. Aku berusaha.

Aku tahu bagaimana pengorbanan orang tuaku sehingga mempunyai materi seperti sekarang, bagaimana semuanya? Tapi apa pantas mereka membandingkan itu. Tuhan menciptakan setiap umat-Nya berbeda. Bukan berarti aku ingin bebas, aku ingin dimanja. Hanya saja aku butuh wadah untuk menyalurkan bakatku. Jika memang mereka seperti ini, aku akan mengambil jalan hidupku sendiri. Aku akan memulai cita-cita yang aku mimpikan, Aku akan menjadi seorang pilot. Aku tidak mau lagi hidup di bawah bayang-bayang orang tuaku. Cukup sudah kekangan yang aku rasakan.

Kini saatnya aku memulai semua yang baru.

Rabu, 02 November 2016

Menyambut Hari yang Indah

Aku melangkahkan kaki memasuki gerbang sekolahku
Taman-taman kecil menyambutku dengan kesegarannya
Tak sabar ku lewati hari ini ,tersadar hari ini akan indah
 Ku sambut setiap orang yang berjalan dengan senyuman

Lonceng sudah mengeluarkan bunyinya
Pertanda jam pelajaran akan dimulai 
Aku mengeluarkan buku yang kusiapkan
Alat-alat perang yang sudah tersusun rapi

Penaku mulai menari dengan lincah mengikuti tanganku
Tinta hitamnya memberikan warna di atas kertas putih
Menyusun rangkaian kata menjadi kalimat yang penuh
Sembari mendengarkan apapun yang dijelaskan oleh guru

Lonceng kembali berbunyi dengan panjang
Pertanda jam istirahat telah tiba di depan
Senyumku mulai merekah memikirkan skenario itu
Janji yang telah diucapkan dia sang pujaan hati

Aku bisa melihat dia di tengah keramaian
Dia melihatku juga dan tersenyum kepadaku
Senyum yang selalu mampu membuatku luluh
Aku bergegas untuk menjemput senyum itu

Kini tepat sudah aku berdiri di hadapannya
Aku segera memberikan dia kotak makan itu
Hal sederhana yang mampu membuat kami semakin erat
Kami mencari tempat untuk menghabiskan waktu bersama

Berbagi kisah dengan sang pangeran
Berbagi tawa di tengah makan siang
Sesuatu yang mampu membuatku bahagia
Dia yang tidak akan pernah meninggalkanku

Terima kasihku padamu yang setia di sampingku
Terima kasihku padamu yang mengerti sifatku
Terima kasihku padamu untuk semua kasih yang kau berikan
Terima kasihku padamu untuk perjuangan kita dari awal.



Kamis, 27 Oktober 2016

Menunggu Karena Kesalahan ( Part 1 )

Setiap pagi aku selalu bangun dengan berbagai macam penyesalan yang ada. Penyesalan yang baru saja terukir adalah when I let him go and the reason is third person. Kesalahan saat aku baru saja mampu membuka hati yang sekian lama terkunci karena sebuah luka masa lalu yang sangat membekas. Dan ketika ada orang yang mampu mendobraknya, menyembukan luka itu, menunggu dengan emosiku yang belum stabil, rela menjadi pelampiasan amarahku ketika mengingat masa lalu dan yang pasti orang yang menyayangiku dengan tulus hati. The mistake is letting him go.

Bodoh, egois, menyesal itu pasti. Meninggalkan dia karena seorang lelaki yang baru saja aku kenal. Lelaki yang mebuatku percaya that he will treat me well. He promises to me if he will love me, keep me, and make me his priority. And second mistake is when I believe that bullshit!. Bagaimana mungkin aku meninggalkan dia yang merawat luka dengan sabar dengan ikhlas even he feel tired, he didn't show that to me hanya karena seorang lelaki yang baru aku kenal? Just because, the man who act like a woman.
  
Aku bahkan tidak mengucapkan terima kasih kepada dia yang menyembuhkan luka itu yang membuat aku bangkit dan berpikir bahwa masih ada orang yang akan menyayangi dan mencintaiku sepenuh hatinya. Aku meninggalkannya tanpa kejelasan. Aku malah mencari alasan dengan menyalahkan dia karena kesibukkannya. Karena saat aku mulai sembuh, dia kembali tenggelam dalam kesibukannya. Dan ketika aku pergi meninggalkannya, he know the real reason why I left him. Tapi aku tidak memperdulikannya.

So, I began my life without him, but with someone who offer me happiness too. Aku kembali merajut kasih yang baru. Menikmati semua kebersamaan, kenyamanan, kehangatan yang selalu diberikannya. Bahkan aku tidak memikirkan perasaan dia yang aku tinggalkan ketika melihatku berjalan dengan lelaki yang menawarkanku kebahagiaan yang baru. Aku dengan santai berbagi tawa dengan lelaki itu tanpa memikirkan luka yang aku torehkan di hatinya. Even I know if I hurt him too much. He didn't show his feeling, his pain, his sadness to me.

Tiap detik berlalu, hari berlalu, bulan berlalu. Kami hampir selalu melewati waktu bersama, dia selalu menyempatkan diri untuk menghubungiku, menjaga komunikasi di antara kami. But everyone has changed, "lelaki" itu mulai melupakanku perlahan, menjaga jarak denganku. Bahkan yang aku sadari, dia hanya datang kepadaku saat dia merasa butuh, dia hanya membagi semua kesedihannya denganku. Dan pada waktu yang sama aku mulai sadar, He need me just to share his sadness. Aku hanya seperti tempat berteduh saat dia diterpa oleh badai.


Aku sudah mengetahui fakta yang cukup menyakitiku, tapi aku masih menggunakan sejumput harapan di hatiku untuk bertahan. Bertahan dengan "lelaki" yang bahkan hanya sekedar menganggapku tempat persinggahan saat dia sedih. Sampai titik terlelahku, aku mengeluarkan semua yang aku pendam. Iya semuanya, fakta menyakitkan itu. Dan mataku sudah memanas, pandanganku sudah mengabur. Aku berusaha untuk mengucapkan semuanya dengan penuh ketegaran. Berharap dia akan menyesal dengan perlakuan dia. Padahal aku sadar, jika itu adalah harapan yang tidak akan pernah terjadi. Aku ingat saat aku selesai mengucapkan semua fakta itu, dia menatapku tajam dan tersenyum kecil. Bangkit dari kursinya lalu mengucapkan terima kasih. Dan pergi, tanpa menoleh ke belakang sedikit pun. Pada saat itu aku tahu, jika dia tidak akan kembali lagi. Dia sudah puas bersinggah di hatiku. Dan yang pasti, Dia meninggalkanku dengan luka, ya luka yang baru.

Go to Part 2 Yesssss

Welcomeeeee

PROLOG!!!

Hi guys, this is my new blog and definitely my first blog too. Di sini aku bakal nulis pengalaman aku dan temen-temen aku. Dan aku juga akan nulis berbagai macam cerita dari pengalam tersebut. So, I hope that you will like my blog. Jangan pernah bosen untuk liat semua yang aku update di blog aku ya. Semoga bermanfaat juga buat kalian semua. Btw, aku juga nerima curhatan dari kalian semua dan yang pasti aku bakal jaga privasi kalian. 

Full of love,
Clairine